عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ.
(حديثٌ حسنٌ صحيحٌ، رويناه في كتاب الحجة بإسنادٍ صحيح.)
🌿 Artinya:
Dari Abu Muhammad, Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.”
(HR. Al-Hakim dalam Kitab al-Hujjah, hadis hasan sahih)
💡 Penjelasan:
Hadis ini merupakan penutup yang sangat agung dalam kumpulan Arba’in An-Nawawi.
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa tolok ukur kesempurnaan iman adalah ketika seseorang mampu menundukkan hawa nafsunya agar sejalan dengan ajaran Islam.
Hawa nafsu sering mengarahkan manusia pada kesenangan dunia dan keinginan pribadi yang bertentangan dengan perintah Allah.
Namun, orang beriman yang sejati adalah ia yang:
-
Menolak keinginan yang melanggar syariat.
-
Menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai kompas hidupnya.
-
Menyelaraskan keinginannya dengan ridha Allah, bukan sebaliknya.
🕊️ Hikmah Hadis:
-
Kesempurnaan iman bukan hanya ucapan, tetapi pembuktian melalui pengendalian diri.
-
Hawa nafsu adalah ujian terbesar bagi manusia, dan jihad melawannya adalah jihad terbesar.
-
Mukmin sejati menilai segala sesuatu berdasarkan apa yang dibawa Rasulullah ﷺ — bukan berdasarkan keinginan pribadi.
-
Hadis ini mengajarkan ketaatan total dan cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ.
-
Orang yang menundukkan nafsunya berarti ia telah mencapai tingkat iman yang paling tinggi.
🌸 Kesimpulan:
Hadis ini menegaskan bahwa iman sejati tidak akan sempurna sebelum hawa nafsu seseorang sepenuhnya tunduk kepada ajaran Rasulullah ﷺ.
Menyelaraskan keinginan dengan syariat, menundukkan ego, dan menjadikan sunnah sebagai pedoman hidup — itulah bukti cinta dan ketaatan sejati kepada Allah dan Rasul-Nya.
Inilah puncak perjalanan spiritual seorang mukmin: ketika hati, akal, dan nafsunya selaras dengan petunjuk wahyu.